hotviralnews.web.id Jagat media sosial digemparkan oleh beredarnya video yang memperlihatkan seorang pendakwah muda asal Kediri, Gus Elham Yahya Luqman, mencium seorang anak kecil di atas panggung saat acara keagamaan berlangsung. Dalam rekaman berdurasi singkat itu, Gus Elham tampak memeluk dan mencium pipi anak tersebut di hadapan jamaah yang hadir.

Video tersebut kemudian menyebar luas di berbagai platform media sosial, memunculkan beragam reaksi dari masyarakat. Sebagian netizen menilai tindakan itu tidak pantas dilakukan di ruang publik, apalagi oleh seorang tokoh agama. Sebagian lainnya mencoba memahami konteks kejadian, namun tetap menilai perilaku tersebut tidak sesuai dengan etika dakwah.


PBNU Mengecam dan Mengingatkan Etika Dakwah

Menanggapi polemik ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan sikap tegas. Ketua PBNU Alissa Wahid menyatakan bahwa tindakan seperti itu merupakan bentuk perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan penghormatan terhadap martabat manusia, terlebih terhadap anak-anak.

Menurut Alissa, dakwah seharusnya menjadi sarana menebarkan kasih sayang dan kebijaksanaan, bukan menimbulkan ketidaknyamanan atau tindakan yang bisa dianggap melanggar etika sosial.
“Perilaku yang merendahkan martabat manusia, terlebih kepada anak kecil, merupakan pelanggaran serius terhadap nilai kemanusiaan dan prinsip dakwah bil hikmah,” ujar Alissa.

Ia juga menegaskan bahwa Islam rahmatan lil ‘alamin mengajarkan kelembutan, penghormatan, serta kehati-hatian dalam berinteraksi, terutama di ruang publik. Seorang dai, lanjutnya, memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kepercayaan umat dengan menunjukkan keteladanan yang luhur.


Kecaman Datang dari Berbagai Kalangan

Selain PBNU, sejumlah tokoh dan organisasi keagamaan lain turut mengomentari peristiwa ini. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, misalnya, menyerukan agar para pendakwah berhati-hati dalam bersikap di depan umum. Setiap gerak-gerik di panggung, kata MUI, akan menjadi cerminan bagi jamaah dan masyarakat luas.

“Dai adalah figur panutan. Apa pun yang dilakukan akan dicontoh. Karena itu, setiap ucapan dan tindakan harus dijaga agar tidak disalahartikan,” ungkap salah satu perwakilan MUI setempat.

Kecaman juga datang dari aktivis perlindungan anak. Mereka menilai tindakan tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap kode etik interaksi dengan anak. Anak-anak, menurut mereka, perlu mendapatkan perlakuan yang penuh rasa aman dan nyaman, tanpa sentuhan yang berpotensi menimbulkan trauma atau salah tafsir.


Reaksi dari Gus Elham dan Pihak Terdekat

Di tengah kritik yang meluas, Gus Elham akhirnya angkat bicara melalui unggahan di akun media sosial pribadinya. Ia menjelaskan bahwa tindakan itu dilakukan tanpa niat buruk, melainkan sebagai bentuk kasih sayang seorang guru kepada murid kecil yang sudah lama dikenalnya.

“Saya sama sekali tidak bermaksud melukai perasaan siapa pun. Anak itu saya kenal baik, dan saya hanya mengekspresikan rasa sayang,” tulisnya.

Namun, klarifikasi tersebut tidak serta-merta meredam kritik publik. Banyak netizen menilai bahwa sekalipun tidak ada niat buruk, tindakan itu tetap tidak pantas dilakukan di depan umum, apalagi di tengah kegiatan dakwah yang disaksikan banyak orang.


Etika Publik dan Tantangan Pendakwah di Era Digital

Kasus ini kembali membuka diskusi luas mengenai etika publik bagi tokoh agama di era digital. Dengan mudahnya penyebaran informasi melalui media sosial, setiap tindakan di ruang publik bisa direkam, disebarluaskan, dan diinterpretasikan secara beragam.

Seorang pengamat komunikasi dari Universitas Airlangga menjelaskan bahwa pendakwah harus memahami konteks zaman. “Di era keterbukaan informasi, setiap perilaku publik akan menjadi konsumsi massal. Pendakwah perlu sadar kamera dan menjaga gestur agar tidak disalahpahami,” ujarnya.

Ia menambahkan, dalam dunia dakwah modern, bukan hanya isi ceramah yang diperhatikan masyarakat, tetapi juga kepribadian, ekspresi, dan interaksi sosial sang penceramah. Satu tindakan kecil bisa menimbulkan gelombang besar, seperti yang terjadi dalam kasus Gus Elham.


Pentingnya Pendidikan Etika dan Perlindungan Anak

PBNU menegaskan bahwa kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh penceramah dan ustaz muda agar lebih berhati-hati dalam berinteraksi dengan jamaah, terutama anak-anak. Dalam konteks pendidikan Islam, anak-anak harus diperlakukan dengan penuh kasih, tanpa pelanggaran batas fisik atau privasi.

“Keteladanan bukan hanya pada ucapan, tetapi juga pada tindakan. Anak-anak meniru dari apa yang mereka lihat. Karena itu, dakwah harus disampaikan dengan sikap yang lembut namun tetap menjaga batas,” jelas Alissa Wahid.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) juga menyarankan agar pendidikan literasi perlindungan anak diperkuat di semua lini, termasuk di lingkungan pesantren dan kegiatan dakwah.


Refleksi untuk Dunia Dakwah di Indonesia

Peristiwa ini menjadi refleksi penting bagi perkembangan dunia dakwah di Indonesia. Di tengah tingginya antusiasme masyarakat terhadap ceramah keagamaan, diperlukan kesadaran baru bahwa dakwah bukan sekadar menyampaikan ilmu agama, tetapi juga menghadirkan nilai kemanusiaan dan keteladanan moral.

Gus Elham sendiri dikenal sebagai pendakwah muda yang cukup populer di kalangan jamaah tradisional. Namun insiden ini menunjukkan bahwa popularitas tanpa pengendalian etika bisa berakibat fatal bagi citra seorang dai.

PBNU berharap agar semua pihak dapat menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran bersama. Dakwah harus selalu dibingkai dengan akhlakul karimah, kebijaksanaan, dan empati sosial agar tetap relevan dan membawa manfaat bagi umat.


Pada akhirnya, kontroversi ini menjadi pengingat bahwa di era media sosial, tanggung jawab moral publik semakin besar. Setiap tokoh agama, selebritas, dan figur publik dituntut lebih sadar terhadap etika di ruang digital. Kesalahan kecil dapat menjadi viral dan mencoreng reputasi, sementara keteladanan sekecil apa pun dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Cek Juga Artikel Dari Platform pestanada.com