hotviralnews.web.id Ledakan yang terjadi di SMA 72 Jakarta menimbulkan kepanikan besar di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Suara ledakan keras yang terdengar hingga radius beberapa ratus meter membuat warga sekitar berhamburan keluar rumah untuk memastikan sumber suara. Tak butuh waktu lama, aparat keamanan segera tiba di lokasi dan memasang garis polisi untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

Dari hasil penyelidikan awal, Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) Polri menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut bukan akibat kecelakaan biasa, melainkan diduga kuat berasal dari rangkaian bahan peledak rakitan.


Pelaku Diduga Belajar dari Internet

Dalam keterangan resmi, Juru Bicara Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana, menyampaikan bahwa terduga pelaku melakukan perakitan bom secara mandiri setelah mempelajari berbagai tutorial di internet.

“Pelaku merakit sendiri dan memperoleh panduan dari internet mengenai cara-cara membuat bahan peledak,” ungkapnya kepada wartawan.

Menurut Mayndra, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa pelaku memiliki ketertarikan terhadap konten ekstrem di dunia maya. Ia kerap mengakses forum-forum anonim dan kanal media sosial yang berisi panduan pembuatan bahan peledak sederhana. Hal ini menjadi bukti bahwa radikalisasi digital masih menjadi ancaman nyata di Indonesia.


Motif dan Profil Terduga Pelaku Masih Diselidiki

Hingga saat ini, penyidik masih mendalami motif di balik tindakan pelaku. Densus 88 belum menemukan indikasi keterkaitan langsung dengan jaringan teror tertentu. Namun, penyidik menyoroti adanya faktor rasa ingin tahu berlebihan dan pengaruh ideologi ekstrem dari konten daring yang dikonsumsi pelaku.

Berdasarkan data awal, pelaku merupakan individu dengan kemampuan teknologi cukup baik dan memiliki ketertarikan pada eksperimen kimia. Ia diyakini mengumpulkan bahan-bahan peledak dari peralatan rumah tangga dan zat kimia yang mudah ditemukan di pasaran.

“Pelaku tidak tergabung dalam jaringan teror tertentu, namun kami melihat adanya pola isolasi sosial dan ketertarikan kuat terhadap ide ekstrem yang diperoleh secara daring,” ujar sumber dari kepolisian yang enggan disebut namanya.


Ancaman Baru: Radikalisasi Digital di Kalangan Anak Muda

Kasus ini kembali menyoroti fenomena radikalisasi digital, di mana internet menjadi ruang subur bagi penyebaran ideologi kekerasan. Banyak platform dan forum daring menyediakan informasi sensitif seperti panduan membuat bom, strategi perlawanan bersenjata, dan narasi ekstrem yang membenarkan kekerasan atas nama ideologi.

Para ahli keamanan siber menilai bahwa kemudahan akses terhadap informasi tersebut menjadi tantangan serius bagi aparat penegak hukum. “Internet kini menjadi medan baru bagi perekrutan dan indoktrinasi. Banyak anak muda yang terseret karena rasa ingin tahu dan perasaan tertantang,” ujar salah satu pengamat terorisme nasional.

Selain itu, lemahnya pengawasan digital di rumah dan sekolah membuat generasi muda semakin rentan. Mereka mudah terpapar narasi ekstrem tanpa menyadari bahayanya.


Langkah Cepat Densus 88 dan Kepolisian

Usai ledakan, tim Densus 88 bersama laboratorium forensik langsung melakukan penyisiran di lokasi untuk mengumpulkan bukti. Mereka menemukan beberapa komponen bahan peledak seperti pipa logam, kabel, serta sisa serbuk kimia yang digunakan dalam proses perakitan. Semua barang bukti kini diamankan untuk dianalisis lebih lanjut.

Sementara itu, pihak kepolisian juga telah meningkatkan patroli digital guna memantau aktivitas daring yang berpotensi menyebarkan paham ekstrem. Penelusuran dilakukan untuk mengidentifikasi apakah ada pihak lain yang memengaruhi pelaku atau memberikan panduan teknis dalam pembuatan bom.

“Penelusuran digital menjadi fokus utama kami. Internet kini bukan sekadar media komunikasi, tapi juga ruang persemaian ide berbahaya jika tidak diawasi,” tegas Mayndra.


Reaksi Publik dan Seruan Pencegahan

Masyarakat luas menanggapi kejadian ini dengan rasa prihatin sekaligus cemas. Banyak yang menyoroti pentingnya pengawasan terhadap aktivitas daring anak muda. Beberapa sekolah di Jakarta bahkan mulai memperketat pengawasan penggunaan gadget di lingkungan pendidikan.

Kementerian Komunikasi dan Informatika juga diminta memperkuat sistem pemblokiran terhadap situs-situs berisi konten berbahaya. Meski telah banyak situs ekstremis yang ditutup, algoritma internet memungkinkan informasi serupa muncul kembali di platform lain.

“Pemerintah perlu menggandeng komunitas digital dan lembaga pendidikan untuk memperkuat literasi digital, agar generasi muda paham risiko dan tidak mudah terpengaruh,” ujar salah satu akademisi dari Universitas Indonesia.


Keterlibatan Orang Tua dan Sekolah Sangat Penting

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pencegahan lebih penting daripada penindakan. Orang tua dan guru harus berperan aktif memantau perilaku anak di dunia maya. Sikap tertutup, perubahan emosional drastis, atau ketertarikan terhadap konten ekstrem perlu segera diidentifikasi sebagai tanda bahaya.

Densus 88 mengimbau masyarakat untuk melaporkan segera bila menemukan aktivitas mencurigakan, baik di dunia nyata maupun di dunia digital. Kesadaran kolektif menjadi kunci dalam mencegah munculnya individu yang bisa menjadi ancaman keamanan.

“Tidak semua pelaku teror berasal dari jaringan besar. Banyak yang berawal dari individu yang belajar sendiri dan termotivasi oleh konten ekstrem. Karena itu, pengawasan lingkungan dan dunia digital harus berjalan beriringan,” kata Mayndra.


Penutup: Waspada, Bukan Paranoid

Peristiwa ledakan di SMA 72 Jakarta menjadi peringatan bahwa ancaman teror tidak selalu datang dari kelompok besar, tetapi bisa dari individu tunggal yang terpapar ide ekstrem secara daring.

Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, penguatan literasi digital dan pendidikan karakter menjadi langkah penting untuk membentengi generasi muda dari ide kekerasan.

Internet seharusnya menjadi ruang belajar dan inovasi, bukan tempat melahirkan bahaya. Kasus ini bukan sekadar urusan kepolisian, tetapi juga tanggung jawab sosial bersama untuk memastikan bahwa rasa ingin tahu anak-anak Indonesia tumbuh di jalur yang benar—dengan bimbingan, kasih sayang, dan pengawasan yang bijak.

Cek Juga Artikel Dari Platform medianews.web.id