hotviralnews.web.id Dua isu berbeda tengah menjadi perhatian publik: penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh, dan polemik foto tanpa izin yang viral di media sosial. Kedua peristiwa ini mencerminkan dua sisi yang sama penting dalam tata kelola publik — transparansi dan etika di ruang digital.
KPK Dalami Dugaan Korupsi Proyek Whoosh
Komisi Pemberantasan Korupsi mengonfirmasi tengah melakukan penyelidikan awal terhadap proyek infrastruktur strategis nasional Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Penyelidikan ini masih dalam tahap klarifikasi data dan dokumen, untuk memastikan apakah terdapat unsur penyimpangan dalam proses penganggaran maupun pelaksanaan proyek.
Sumber internal KPK menyebutkan, lembaga antirasuah telah meminta sejumlah data dari kementerian terkait serta PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pelaksana proyek. Proses pengumpulan keterangan dilakukan untuk memetakan potensi kerugian negara dan memastikan bahwa seluruh pembiayaan sesuai dengan ketentuan hukum.
Manajemen KCIC melalui pernyataan resmi menegaskan bahwa pihaknya siap bekerja sama penuh dengan KPK. “Kami menghormati proses hukum dan akan memberikan semua dokumen yang diperlukan agar penyelidikan berjalan transparan,” ujar juru bicara KCIC.
Perusahaan juga menjelaskan bahwa seluruh proses pembangunan dan pembiayaan proyek telah mengikuti mekanisme audit internal maupun eksternal. KCIC menekankan, proyek Whoosh merupakan hasil kerja sama strategis antara Indonesia dan China yang melibatkan pengawasan dari berbagai lembaga, termasuk BPKP dan Kementerian BUMN.
Meski demikian, publik tetap menyoroti tingginya biaya pembangunan yang sempat membengkak dari perencanaan awal. Beberapa kalangan menilai, evaluasi terhadap proyek besar seperti ini penting agar ke depan pengelolaan infrastruktur nasional lebih efisien dan akuntabel.
KPK sendiri belum menyampaikan detail temuan karena proses masih dalam tahap awal. Namun, lembaga ini menegaskan komitmennya untuk menelusuri semua proyek besar yang menggunakan dana publik, terutama yang melibatkan investasi lintas negara.
Respons Pemerintah dan Transparansi Publik
Pemerintah melalui Kementerian BUMN menyatakan mendukung langkah KPK sebagai bagian dari upaya menjaga integritas proyek strategis nasional. Menteri BUMN menilai, audit dan penyelidikan adalah proses yang wajar dalam proyek besar, terlebih yang menyangkut keuangan negara.
“Selama semua pihak transparan dan kooperatif, proses ini justru akan memperkuat kepercayaan publik terhadap proyek nasional,” ujarnya. Pemerintah juga menegaskan bahwa proyek kereta cepat akan terus beroperasi dan tidak terpengaruh oleh proses penyelidikan hukum.
Ekonom publik menilai, langkah KPK ini dapat menjadi momentum memperbaiki tata kelola infrastruktur di Indonesia. Menurut mereka, proyek strategis dengan investasi triliunan rupiah harus disertai sistem pengawasan yang kuat agar tidak menimbulkan beban fiskal di masa depan.
Polemik Foto Tanpa Izin di Media Sosial
Di tengah ramainya pemberitaan soal proyek Whoosh, isu lain mencuat di ruang digital: penggunaan foto seseorang tanpa izin untuk keperluan publikasi daring. Kasus ini bermula dari unggahan seorang fotografer yang mengunggah potret wajah individu tanpa persetujuan. Foto tersebut kemudian viral, menimbulkan perdebatan etika dan hukum di dunia maya.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) langsung turun tangan menanggapi polemik ini. Dalam pernyataan resminya, juru bicara Komdigi menyebut bahwa setiap bentuk pengambilan dan penyebaran foto yang memuat identitas pribadi harus mematuhi prinsip hak privasi digital.
“Kebebasan berekspresi di internet tidak boleh melanggar hak orang lain. Mengunggah foto tanpa izin, apalagi dengan konteks yang berpotensi menimbulkan stigma, termasuk pelanggaran etika digital,” tegasnya.
Komdigi juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah berlaku dan memberikan dasar hukum yang kuat bagi warga untuk melaporkan penyalahgunaan data visual. Dalam konteks ini, foto wajah termasuk dalam kategori data pribadi yang dilindungi oleh undang-undang.
Pentingnya Literasi dan Etika Digital
Kasus foto tanpa izin ini kembali menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat terhadap etika digital dan perlindungan data pribadi. Banyak pengguna media sosial yang belum memahami bahwa tindakan sederhana seperti mengunggah foto orang lain tanpa izin dapat berimplikasi hukum.
Pakar komunikasi digital dari Universitas Padjadjaran, Dr. Hendra Sutopo, menilai bahwa kasus semacam ini seharusnya dijadikan pelajaran publik. “Kita sering lupa bahwa di balik kebebasan digital ada tanggung jawab moral dan hukum. Dunia maya bukan ruang bebas nilai,” ujarnya.
Ia menambahkan, penting bagi para pengguna media sosial, jurnalis, maupun fotografer untuk memahami batas antara karya kreatif dan pelanggaran privasi. Dalam era digital, literasi etika menjadi sama pentingnya dengan literasi teknologi.
Dua Isu, Satu Pelajaran: Transparansi dan Tanggung Jawab
Kasus KPK yang menyelidiki proyek Whoosh dan polemik foto tanpa izin di dunia maya menunjukkan dua sisi yang sama: perlunya keseimbangan antara transparansi publik dan perlindungan individu. Pemerintah dituntut terbuka dalam proyek nasional, sementara masyarakat diharapkan bijak dalam menggunakan kebebasan digital.
Jika kedua nilai ini bisa berjalan beriringan, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan ekosistem digital akan semakin kuat. Di satu sisi, proyek besar seperti kereta cepat bisa menjadi simbol kemajuan bangsa. Di sisi lain, kesadaran etika digital dapat menjaga agar kemajuan teknologi tidak menimbulkan pelanggaran hak dasar manusia.

Cek Juga Artikel Dari Platform pestanada.com
