hotviralnews.web.id Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akhirnya memberi tanggapan terkait laporan masyarakat terhadap Hakim Konstitusi Arsul Sani. Laporan tersebut dilayangkan ke Bareskrim Polri dan menuding adanya dugaan pemalsuan ijazah. Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna, mengaku heran dengan jalur pelaporan tersebut. Ia menilai ada langkah klarifikasi lain yang jauh lebih masuk akal sebelum membawa persoalan itu ke ranah pidana.

Palguna menyampaikan bahwa setiap hakim konstitusi telah melalui proses panjang dan ketat sebelum dilantik. Proses tersebut melibatkan DPR RI, lembaga yang memiliki kewenangan melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon hakim MK dari jalur legislatif. Karena itu, ia mempertanyakan mengapa pelapor langsung melapor ke kepolisian tanpa lebih dulu meminta klarifikasi dari lembaga yang memilih Arsul Sani.

Palguna Pertanyakan Langkah Pelapor

Dalam penjelasannya, Palguna mengungkapkan bahwa DPR RI adalah institusi pertama yang seharusnya dihubungi jika publik memiliki keraguan terhadap dokumen seorang calon hakim MK. DPR berwenang memverifikasi seluruh berkas administrasi yang diajukan calon, termasuk riwayat pendidikan dan ijazah yang dilampirkan.

Palguna menyebut bahwa dalam setiap uji kelayakan, DPR melakukan pemeriksaan administratif dan menilai apakah calon hakim memenuhi seluruh kualifikasi sesuai undang-undang. Jika ada dugaan ketidaksesuaian berkas, proses tersebut biasanya dapat terdeteksi sejak awal. Karena itu, Palguna merasa laporan tersebut tidak mengikuti alur yang logis dan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman publik.

Ia menegaskan bahwa MKMK adalah lembaga etik, tidak memiliki kewenangan menyelidiki pemalsuan dokumen. Namun MKMK tetap berkepentingan menjaga marwah Mahkamah Konstitusi. Persoalan semacam ini harus dilihat secara objektif agar tidak menjadi bahan spekulasi yang merusak integritas lembaga.

Ujian Kepatutan dan Kelayakan Dinilai Sudah Ketat

MKMK menekankan bahwa proses fit and proper test bukan sekadar formalitas. DPR menilai rekam jejak calon hakim dari berbagai aspek, mulai dari integritas, keahlian hukum, pandangan konstitusional, hingga keabsahan dokumen akademik dan riwayat pekerjaan. Seluruh proses dilakukan secara terbuka, bahkan dapat disaksikan publik melalui siaran langsung.

Menurut Palguna, uji kepatutan dan kelayakan telah menjadi mekanisme penyaring yang sangat penting. Jika seorang calon dinyatakan lulus, maka ia dianggap memenuhi seluruh syarat administratif dan substantif sebagai hakim konstitusi. Karena itu, pelaporan terhadap Arsul Sani tanpa melibatkan DPR menimbulkan tanda tanya besar bagi MKMK.

Dalam konteks ini, Palguna mengajak publik untuk memahami alur hukum dalam pengangkatan hakim MK. Keterbukaan informasi sudah berjalan lama, dan masyarakat dapat mengakses rekam jejak calon melalui berbagai sumber resmi.

Arsul Sani Jadi Sorotan Sejak Awal Pengangkatan

Arsul Sani adalah hakim MK yang berasal dari jalur DPR. Sebelum menjabat di MK, Arsul memiliki latar belakang politik dan bekerja di lembaga legislatif dalam jangka waktu cukup panjang. Hal ini menjadikannya figur publik yang selalu disorot. Setiap langkahnya mudah menjadi bahan kritik, termasuk dalam hal administratif seperti ijazah.

Sejak laporan ijazah palsu mencuat, nama Arsul kembali menjadi bahan perbincangan publik. Namun hingga kini belum ada bukti kuat yang menunjukkan adanya pemalsuan dokumen pendidikan. Palguna menilai bahwa tuduhan semacam itu harus diuji secara adil dan tidak boleh dipaksakan untuk menciptakan opini negatif.

MKMK juga mengingatkan bahwa fitnah terhadap pejabat publik dapat berpengaruh besar pada reputasi lembaga. Tuduhan tidak berdasar bisa memunculkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap MK sebagai penjaga konstitusi.

Peran MKMK dalam Menjaga Integritas Hakim

MKMK bertugas mengawasi etika dan perilaku hakim konstitusi. Lembaga ini berwenang menegur, memberikan rekomendasi sanksi, atau memproses aduan yang menyangkut pelanggaran etik. Namun MKMK bukan lembaga penyelidik pidana. Jika laporan menyentuh dugaan pemalsuan dokumen seperti ijazah, maka proses penanganannya berada di ranah penegak hukum.

Dalam kasus Arsul, MKMK siap menindaklanjuti jika ada bukti pelanggaran etik. Namun hingga kini, laporan yang diterima MKMK tidak cukup untuk menyimpulkan adanya pelanggaran. Palguna memastikan bahwa MKMK bekerja objektif dan tidak akan memihak siapa pun.

Ia juga menyampaikan bahwa MKMK selalu terbuka terhadap kritik publik. Lembaga peradilan harus transparan agar masyarakat percaya terhadap putusan-putusan MK.

Publik Diminta Tidak Terprovokasi Isu Tak Terverifikasi

Palguna mengingatkan publik untuk tidak terpancing dengan isu yang belum jelas. Dugaan pemalsuan ijazah adalah tuduhan serius yang harus disertai bukti kuat. Tanpa bukti, laporan semacam itu berpotensi menjadi fitnah.

Ia meminta masyarakat menunggu hasil pemeriksaan resmi. Jika ada pelanggaran, mekanisme hukum tersedia. Jika tidak, publik harus menerima bahwa isu tersebut tidak memiliki dasar.

Sebagai penutup, Palguna kembali menegaskan bahwa lembaga mana pun harus dihormati dalam menjalankan tugasnya. DPR berhak melakukan verifikasi administrasi. Bareskrim berhak menyelidiki laporan. MKMK berwenang menilai aspek etik. Seluruh lembaga ini bekerja dalam kerangka negara hukum.

Cek Juga Artikel Dari Platform koronovirus.site